Jakarta.newsskri.co.com----- Presiden Joko Widodo bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober dengan turut serta dalam 'Kongres Kebangsaan' yang mengusung tema besar 'Ikhtiar Memperadabkan Bangsa'. Diselenggarakan oleh MPR RI bekerjasama dengan Aliansi Kebangsaan dan Forum Rektor Indonesia, serta didukung Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan Media KOMPAS.
"Saya berharap Kongres Kebangsaan dapat melakukan refleksi mendalam tentang dunia masa kini dan yang akan datang. Serta menghasilkan rekomendasi besar bagi penguatan kebangsaan. Lebih penting lagi, bisa memberikan rekomendasi langkah-langkah perbaikan apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kehidupan kebangsaan kita kedepan," ujar Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pembuka 'Kongres Kebangsaan: Ikhtiar Memperadabkan Bangsa' secara virtual, di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Kamis (28/10/21).
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI, antara lain Syarif Hasan, Arsul Sani, dan Hidayat Nur Wahid. Hadir pula Ketua Kelompok DPD RI Tamsil Linrung, Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Ketua Forum Rektor Indonesia Prof. Ir. Panut Mulyono, Ketua Umum AIPI Dr. Alfitra Salam, Pakar Aliansi Kebangsaan Yuddy Latief, Rektor Universitas Hasanuddin Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, Rektor Universitas Terbuka Prof. Ojat Darojat, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr. Ma'mun Murod, Ketua PPAD Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnarki serta para pendiri dan tokoh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) antara lain Abdul Latief, Jan Darmadi, dan Maher Algadri.
Presiden Joko Widodo menjelaskan, Sumpah Pemuda mengingatkan betapa pentingnya kata Satu; Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa, Indonesia. Menjadi kata kunci terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Walaupun ada lebih dari 270 juta penduduk, seluruhnya tetap satu kesatuan. Ada individu dengan segala kebebasannya, tetapi juga ada kepentingan bersama dengan segala konsensus dan konsekuensinya.
"Komitmen terhadap kebebasan individu dijamin konstitusi. Tetapi menjadi Indonesia Incorporated, menjadi bangsa yang bersatu kekuatannya, merupakan syarat utama memenangkan persaingan global. Karena landscape ekonomi global saat ini penuh dengan disrupsi dan kompetisi. Setelah Revolusi 4.0, dalam dua tahun ini disrupsi dipertegas dengan kehadiran pandemi Covid-19, yang juga mengajarkan tentang posisi kita sebagai makhluk sosial. Makhluk yang tidak bisa selamat sendirian. Hanya bisa selamat kalau semua diselamatkan. Solusi keluar dari pandemi bukanlah solusi individual, melainkan solusi bersama. Pandemi juga mengajarkan moralitas dan etika tentang keseimbangan kebebasan individu dan stabilitas sosial serta kepentingan bersama," jelas Presiden Joko Widodo.
Bamsoet yang merupakan Ketua DPR RI ke-20 ini menerangkan, Kongres Kebangsaan diselenggarakan untuk menggugah kesadaran kolektif tentang persoalan-persoalan mendasar dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Serta menggalang tanggungjawab intelektual untuk turut memberikan kontribusi pemikiran dalam usaha transformasi sosial.
"Pada akhirnya akan menawarkan peta jalan pembangunan sebagai masukan rekomendasi kebijakan bagi penyusunan sistem perencanaan pembangunan nasional, serta menjadi ruang konsensus bersama berbagai entitas dalam pergumulan Indonesia yang bhinneka, dalam upaya membangun peradaban Pancasila," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mengungkapkan, pelaksanaan Kongres Kebangsaan sengaja dilakukan bersamaan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Mengingat momentum Sumpah Pemuda adalah ikrar kebangsaan yang mendobrak sekat-sekat primordialisme. Menuntut kesadaran kolektif, bahwa di tengah kemajemukan sebagai sebuah bangsa, satu-satunya cara untuk dapat bertahan dari pusaran peradaban dan dinamika zaman, adalah dengan mentransformasikan setiap diri sebagai bagian dari satu ke-Indonesiaan.
"Sebagaimana pandangan Bung Karno, bahwa frase dari Sabang sampai Merauke bukanlah rangkaian kata- kata yang sekedar mempresentasikan entitas geografi, melainkan satu entitas kebangsaan, satu entitas kenegaraan, satu kesatuan tekad, satu kesatuan ideologi, dan satu kesatuan cita-cita sosial yang hidup dalam gelora semangat kebangsaan dalam membangun peradaban," pungkas Bamsoet. (Randi Candra)