Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Redaksi halaman

gambar pantai

www newsskri.com. Pedoman Media Siber Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers. Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Persbersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman

Iklan

Tag Terpopuler

Anni, Korban Mafia Tanah di Tangsel: Negara ke Mana Saat Hukum Dipermainkan

Minggu, 13 April 2025 | April 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-13T13:42:21Z


TangSel, newsskri. Com


Kasus mafia tanah kembali mencuat. Kali ini menimpa seorang warga bernama Anni Sri Cahyani, yang menjadi korban tumpang tindih sertifikat tanah di kawasan Pondok Jaya, Tangerang Selatan (Tangsel). Dalam kasus yang melibatkan institusi resmi seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Negara dinilai abai dan gagal melindungi hak warga Negara sebagaimana amanat konstitusi.

Masalah bermula ketika Anni membeli sebidang tanah di Tangsel yang saat itu dalam keadaan dikuasai fisik tanpa sengketa. Sertifikat atas nama Punto telah terbit terlebih dahulu secara sah dari BPN. Namun, belakangan muncul klaim dari sebuah perusahaan pengembang perumahan di Bintaro  Tangsel, yang membawa sertifikat atas obyek tanah yang sama juga diterbitkan oleh BPN.

Ironisnya, dalam proses gugatan perdata yang diajukan pihak pengembang, Anni justru kalah. Namun, belakangan Anni melaporkan dugaan pemalsuan dokumen dasar (warkah) yang digunakan pihak pengembang dalam proses penerbitan sertifikatnya.

Laporan tersebut terbukti benar, bahkan dinyatakan sebagai perbuatan pidana pemalsuan meski kemudian tidak dapat dipidana karena alasan daluwarsa.

“Kalau dasar sertifikat dari mereka terbukti palsu, seharusnya tidak bisa digunakan sebagai alat untuk menggugat saya apalagi sampai menang dan dieksekusi. Ini jelas cacat secara substansi dan hukum,” ujar Anni, kepada JurnalPatroliNews, Sabtu (12/4/2025).
Ia menambahkan, “Putusan pidana menyatakan ada pemalsuan, sedangkan putusan perdata memenangkan pihak yang menggunakan dokumen palsu. Ini pertentangan yang tidak bisa diterima secara logika Hukum. Di mana Negara saat warganya dirampas haknya dengan cara-cara curang?”
"Ini bukan sekadar sengketa tanah, melainkan kegagalan Negara menjalankan due diligence of law. Bagaimana mungkin dokumen palsu diakui pengadilan? Di mana access to justice bagi warga?,” tegasnya.

Anni sudah mengadu ke berbagai instansi, namun hasilnya nihil. Ia pun mempertanyakan keberpihakan Negara dalam melindungi hak rakyat kecil. “Negara hadir katanya, tapi saya tak merasakannya.

Yang terjadi justru saya dikorbankan dalam sistem yang seharusnya melindungi,” tuturnya pilu.

Dalam kasus Anni mencerminkan bagaimana mafia tanah dapat bermain di ruang-ruang legal formal dengan memanfaatkan celah Hukum, serta lemahnya sistem verifikasi administrasi dan perlindungan keadilan bagi rakyat.

Kasus ini menjadi alarm bahwa reformasi agraria dan perlindungan Hukum bukan sekadar jargon. Sudah saatnya Negara benar-benar hadir, bukan hanya dalam pidato, tapi dalam tindakan nyata membela yang benar, bukan yang kuat.

Diketahui dalam hasil temuan ICW (2024) bahwa 67% sengketa tanah melibatkan ketidak konsisten Negara dalam penegakan Hukum. Jika tidak ada intervensi sistematis, mafia tanah akan terus menggunakan Hukum sebagai alat legitimasi kejahatan.
Dikutip dari JPN
Penutup.
(DIRMAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update