Jakarta,Newsskri.com--“Tentunya Polri, sebagai penanggung jawab keamanan sebagaimana diamanatkan dalam UU No 2/2002 kita berkepentingan, untuk melakukan manajemen media,” kata Iqbal dalam paparanya dihadapan peserta Rapim Polri, Rabu (29/01), di Auditorium PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Di era digitalisasi ini, kata Iqbal, tentu menimbulkan ekses yang negatif, sehingga terjadinya revolusi king of fake atau maraknya berita palsu hingga bias informasi ditengah-tengah masyarakat yang menjadi salah satu faktor penyebab gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Yulianto sahyu
“Pada intinya, menajeman media itu bagaimana menekan isu negatif dan menaikan isu positif,” tekan Iqbal.
Untuk itu, sambungnya, tidak berlebihan jika Kapolri, Jendera Pol Drs. Idham Azis, M.Si., dan pendahulunya, Jenderal (Purn) Tito Karnavian, menempatkan menajemen media sebagai program prioritas.
“Karena dilingkungan baik global maupun regional telah menghendaki Polri untuk melakukan pemetaan media secara profesional,” jelas Iqbal.
Mantan Wakapolda Jawa Timur ini mengatakan, pada prinsipnya semua Kementrian dan Lembaga membutuhkan restu dari masyarakat, dan media merupakan representasi dan suara dari masyarakat. Untuk itu, kata Iqbal, selain membangun sistem, Humas Polri juga menjalin kemitraan terhadap media itu sendiri.
“Kita jalin komunikasi yang intensif dengan media, bukan hanya ketika ada masalah saja, kita curi hatinya,” tegas Iqbal.
Dengan manajeman media, Polri bisa menjadi pemain dalam menentukan isu, mengelola hingga mendiktenya.
“Saya pernah disampaikan oleh bapak Kapolri bahwa Kadiv Humas itu bukan lagi sekedar juru bicara, tapi dia tampil sebagai king maker,” papar Iqbal.
Menanggapi konsep kehumasan kepolisian dalam Rapim Polri tersebut, Akademisi dan Praktisi Hukum Yulianto Syahyu merespon dengan baik, Syahyu menyatakan "Fungsi Kehumasan itu jauh lebih luas dari hanya sekedar juru bicara, Humas itu harus mampu menterjemahkan kebijakan Organisasi/Lembaga ke dalam bahasa yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak tahu apa yg seharusnya mereka lalukan dan yg tidak boleh lakukan. Dengan arti kata tingkat keberhasilan kepolisian diukur dari menurunnya tingkat kriminalitas, bukan semakin banyaknya orang yang di pidana. Itulah fungsi dan peran kehumasan Polri dalam masyarakat, disamping itu kedepan bagaimana mencitrakan Polisi sebagai Civil Society dalam masyakat, bukan lagi sebagai Polisi Tentara seperti masa lalu. Merubah citra tersebut memang butuh waktu, namun harus dimulai, kalau tidak, kapan lagi? Lebih baik perubahan dimulai dari internal Kepolisian sendiri," demikian Yulianto Syahyu.
Lebih lanjut Iqbal menjelaskan hal ini memang menjadi bagian pentig bagi semua Satuan Kerja (Satker) di setiap Polda. Ia mencontohkan pentingnya peran humas ketika ada pengungkapan sebuah kasus yang menjadi perhatian masyarakat jika tanpa di amplifikasi dengan baik tentu sangat disayangkan.
“Karena media itu dapat 80 persen dapat mempengaruhi persepsi publik,” ujarnya.
Pada intinya, Iqbal menambahkan, dalam rangka strategi manajemen media harus piawai dalam mengemas narasi. Hal ini menjadi keharusan jika narasi yang dikemas dengan baik dan pas tentunya akan berdampak positif.
Misalnya kejadian begal, lalu karena marak di sosial media menjadi faktor pembentuk opini publik daerah itu tidak aman. Nah ketika itu bisa diungkap, lalu diberitakan masif hingga viral tentu akan merubah persepsi publik(Red)