Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

KONSEKUENSI UNIVERSAL KARANTINA KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN WABAH COVID-19

Wednesday 8 April 2020 | April 08, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-04-08T07:43:40Z

Oleh : 
Surya Oktarina, SH.,M.Hum
Dadang Sumarna, SH.,MH

Surya Oktarina, SH.,M.Hum, Dosen: Fakultas Hukum UNPAM

Dadang Sumarna, SH.,MH, Dosen: Fakultas Hukum UNPAM 

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dapat dilaksanakan melalui peraturan pelaksana yakni Peraturan Pemerintah ini guna menyelesaikan permasalahan COVID-19 ini secara keseluruhan dan komprehensif.

Konsekuensi dengan dibentuknya Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan ini, tentunya telah melalui berbagai tahapan serta melalui pertimbangan yang matang, sebab dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa dalam membentuk suatu undang-undang haruslah dilandaskan pada asas “kejelasan tujuan” dan asas “dapat dilaksanakan” tanpa mengesampingkan hak asasi manusia yakni hak untuk hidup sebagai sebuah norma fundamental sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Lebih lanjut  berdasakan  Pasal 2, bahwa pelaksanaan kekarantinaan kesehatan harus berlandaskan pada sembilan asas yaitu perikemanusiaan, manfaat, perlindungan, keadilan, non-diskriminatif, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan kedaulatan negara.

Selanjutnya Pasal 7 Undang-Undang  tentang Kekarantinaan Kesehatan dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, serta mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina berlangsung.  Dilain pasal yaitu Pasal 9 UU Kekarantinaan Kesehatan dinyatakan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan serta berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
 sedangkan terkait dengan pelaksanaan karantina wilayah, hal tersebut diatur dalam Pasal 49 ayat 1 UU Kekarantinaan Kesehatan. Karantina wilayah merupakan salah satu dari empat opsi yang bisa diambil pemerintah bila ingin menerapkan kebijakan karantina dalam menyikapi suatu masalah kesehatan di tengah masyarakat, selain karantina rumah, karantina rumah sakit, atau pembatasan sosial berskala besar.

Karantina wilayah sebagaimana telah diatur dalam pada Pasal 53 disebut sebagai bagian respons dari kedaruratan kesehatan masyarakat yang bisa dilaksanakan kepada seluruh masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar-anggota masyarakat di wilayah tertentu.  Di Pasal 54, diterangkan terkait kewajiban pemerintah dan masyarakat selama karantina wilayah berlangsung, seperti pejabat yang melakukan karantina kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat sebelum menerapkan kebijakan karantina wilayah.  Kemudian, wilayah yang dikarantina harus diberi garis dan dijaga terus menerus oleh pejabat yang melakukan karantina kesehatan serta kepolisian yang berada di luar wilayah karantina terkait.  Selanjutnya, anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina. Lalu, dinyatakan juga masyarakat yang menderita penyakit yang sedang diantisipasi penyebarannya akan langsung diisolasi serta segera dirujuk ke rumah sakit.

Berdasarkan ketentuan diatas, penulis sedikit skeptis  atas kebijakan karantina yang dibuat oleh Pemerintah mengingat ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana khususnya kepada tenaga medis seperti Alat Pelindung Diri (APD), obat-obatan dan lain sebagainya dalam menangani pasien COVID-19 masih membutuhkan peran uluran tangan dari masyarakat, serta seluruh pihak yang terlibat dalam menanggulangi permasalahan ini. Sehingga seyogyanya pelaksaan kebijakan karantina dalam realisasinya tidak mengabaikan serangkaian hak-hak masyarakat seperti hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina, serta hak memperoleh perlakuan yang sama atau tidak diskriminatif, apakah negara mampu menanggu kebutuhan pangan seluruh warga negaranya selama masa karantina, mengingat Pasal 2 yang menyatakan, “bahwa pelaksanaan kekarantinaan kesehatan harus berlandaskan pada sembilan asas yaitu perikemanusiaan, manfaat, perlindungan, keadilan, non-diskriminatif, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan kedaulatan Negara”. La haula wala quwwata illa billahil aliyil adzim.

Selanjutnya merujuk kepada Pasal 9 UU Kekarantinaan Kesehatan dinyatakan bahwa “setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan serta berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan”. Dalam pasal 9 terdapat kalimat wajib yang dapat diartikan bahwa karantina menjadi sebuah keharusan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia baik yang status Orang dalam Pengawasa, Pasien dalam Pengawasan atau masyarakat yang sama sekali tidak terjangkit virus corona/covid-19, apabila tidak di patuhi maka harus disiapkan konsekuensi logis atas tidak mengikuti penyelenggraan kekarantinaan yang bersifat diwajibkan. “Berapa lama kami dirumahkan, karena diluar masih banyak yang berkeliaran, apa konsekuensi logisnya ”?,
×
Berita Terbaru Update