Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menatap Masa Depan Bangsa Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Sunday 3 March 2019 | March 03, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-03-04T02:08:01Z

Oleh : Athari Farhani

(Penulis merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Penulis juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Tangerang serta Peminat Hukum Tata Negara “Constitutional Law”)

Sebuah pola pikir akan jauh lebih bermakna apabila dituliskan dibandingkan sekedar diucapkan. Prof. DR Syaiful Bakhri Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta pun selalu mengutarakan bahwa “suatu keharusan bagi seorang intelektual menuangkan gagasan pikiranya melalui sebuah tulisan”. Hal itulah yang mendasari saya mencoba menuangkan sebuah pemikiran melalui sebuah tulisan sederhana ini.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 pada hakekatnya merupakan pesan moral sekaligus pesan budaya dalam konstitusi Republik Indonesia di bidang kehidupan ekonomi. Pasal ini bukan sekedar memberikan acuan tentang susunan perekonomian serta wewenang negara dalam mengatur kegiatan perekonomianya, melainkan mencerminkan sebuah cit-cita serta suatu keyakinan yang dipegang teguh untuk diperjuangkan secara konsisten oleh pemerintah. Pesan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 tersebut yang dituju adalah suatu sistem ekenomi tertentu, bukan ekonomi kapitalistik, akan tetapi sistem ekonomi yang berdasar pada kebersamaan dan asas kekeluargaan.

Namun amanat konstitusi Pasal 33 ayat (3) diabaikan begitu saja, justru bangsa ini seperti melangkah menuju kenistaan, salah satunya dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang selama ini tidak membuka  peluang kepada bangsa Indonesia selaku pemiliki untuk menjadi kaya. Namun sebaliknya menjerumuskan bangsa ini ke dalam jurang kemiskinan. Banyak contoh Undang-undang di sektor sumber daya alam yang memihak kepada asing, UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, pemain asing boleh masuk sebebasnya dari hulu sampai hilir. Campur tangan asing pun disinyalir tidak hanya dalam sektor migas saja melainkan juga regulasi-regulasi lain mengenai hajat hidup rakyat juga tidak juga terlepas dari intervensi dan campur tangan asing. Menurut Dr. Hendri Saparini, bahwasanya lebih dari 90% dari 120 kontrak production sharing kita dikuasai korporasi asing. Melihat fenomena yang membuat hati rakyat Indonesia miris tidaklah salah jika Mahfud MD pernah mengatakan dalam media jabarnews.com pada 2009 lalu bahwa tidak ada produk hukum yang lahir dari kepentingan masyarakat murni. (dalam hal sumber daya alam lain serta makna penguasaan penulis akan menjabarkan lagi secara mendalam ditulisan selanjutnya)

Neoliberalisme telah masuk dan meracuni bangsa ini dan tak henti-hentinya mengambil serta merampok kekayaan alam Indonesia dan dapat dipastikan yang terjadi selama ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari konsep liberal yang telah dianut pemerintah selama ini, entah karena kebodohan atau memang sebagai upaya terselubung untuk membawa bangsa ini pada jurang kehancuran dengan kehilangan sumber daya alam yang begitu berlimpah. Jika saja sadar bahwa Konstitusi kita UUD NRI Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara serta dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Pendiri republik ini sesungguhnya telah meninggalkan amanat ini sebagai pesan moral serta budaya bahwa bangsa ini harus bisa menjadi tuan dirumahnya sendiri. Sejatinya konsep Pasal 33 ayat (3) jika ditelisisk lebih dalam serta penggalian pola pikir para The Founding Fathers bangsa ini sesungguhnya telah dibangun atas dasar fondasi ajaran Islam, yang menetapkan sebesar 20% merupakan zakat barang tambang. Dengan demikian pemerintah tidak berhak menjual konsesi tambang 100% kepada investor manapun, baik lokal maupun asing, sebab didalamnya telah ada hak zakat rakyat Indonesia sebesar 20%.
Menurut Abul A’la Maududi seorang ahli ekonomi Pakistan, bahwasanya pemerintah menanggung pendidikan, kesehatan, perumahan, bahkan kebutuhan air bersih serta listrik rakyat. Hal itu rdasarkan bagian zakat tambang dan kekayaan alam yang 20% tersebut.sehingga pemerintah hanya boleh membaginya kepada investor 80% tersebut, dengan perbandingan 40 : 40 atau 50 : 30, atau berapa saja pembagian yang disepakati, sehingga dengan begitu bagian yang dimiliki kekayaan alam Indonesia menjadi 50 : 60% secara otomatis. Inilah konsep ajaran Islam yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3), jika ini dijalani dengan baik maka kemakmuran serta kesejahteraan sebagaimana yang dituju dalam Pasal tersebut dapat terealisasikan.

Sesungguhnya kedaulatan suatu bangsa terhadap sumber daya alamnya merupakan suatu yang mutlak dan tidak bisa di tawar-tawar. Menjaga sumber daya alam merupakan suatu keharusan guna mencapai tujuan bangsa yakni kesejahteraan rakyat. Merumuskan masa depan bangsa dengan pemanfaatan sumber daya alamnya merupakan salah satu efektif menuju bangsa yang gemilang. Sehingga menjadi suatu keharusan untuk membatalkan segala bentuk perjanjian serta kontrak yang bertentangan dengan konstitusi serta merugikan Indonesia khususnya sektor yang menyangkut hajat hidup rakyat. Tidak sampai disitu saja, bangsa kita juga harus berani melakukan moratorium tata nilai bangsa, untuk mengembalikan keadaan bangsa yang sudah sangat pragmatis-materialistik ini.
Semoga Tuhan selalu meridhoi segala bentuk perjuangan rakyat Indonesia untuk kembali berjuang melawan segala bentuk kezholiman, kerakusan, serta nafsu serakah manusia atas penjajah bangsanya sendiri. Serta menghadirkan sosok pemimpin yang mampu membawa bangsa ini keluar dari belenggu serta jurang kenistaan.

Sebagaimana yang diutarakan Bung Karno :
“sesungguhnya perjuanganku lebih mudah karena mengusir penajajah, namun perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.
×
Berita Terbaru Update